Rabu, 30 Oktober 2013

Rahasia Rosmaya Bertahan dari Keganasan Kanker

 
KOMPAS.com — Enam tahun bertahan dengan kanker payudara bukanlah perjalanan yang mudah bagi Rosmaya. Perempuan berusia 44 tahun ini belajar dari pengalamannya sendiri. Disiplin menjaga pola makan sehat membuat ia mampu bertahan, dengan tubuh yang tetap fit meski tak lantas terbebas dari kemoterapi untuk mengobati kankernya.

Dengan menjaga pola makan dan memperbanyak mengonsumsi sayur dan buah setiap harinya, Maya—panggilan akrabnya—kini merasa lebih berstamina. Ia bisa menjalani berbagai aktivitas, terutama menjadi bagian komunitas ShimmerInc, tempat saling berbagi semangat untuk pasien kanker payudara maupun kegiatan edukasi mengenai kanker payudara.

Maya menuturkan, ia sempat merasa sehat pascakemoterapi. Namun, ia kembali jatuh sakit lantaran pernah makan sembarangan.

"Sejak 2009 kemoterapi, setahun merasa sehat, tapi karena makan sembarangan, dan tidak rutin berobat, metastasis di hati aktif lagi, tepatnya pada Juli 2011. Setelah itu, saya rutin kemoterapi, terakhir 12 Oktober lalu," ungkapnya dalam acara Philips Mom2Mom Talk Breast Cancer Awareness beberapa waktu lalu di Jakarta.

Pola makan sehat yang Maya terapkan adalah rutin memakan sayur dan buah, sekitar 1 kg per hari. Ia juga menghindari daging merah, MSG, jajanan seperti bakso, dan lainnya.

"Saat sehat, saya makan apa saja yang penting enak. Daging merah, MSG, bakso, semua makanan enak. Sekarang sejak rutin makan sayur dan buah, badan lebih sehat, tidak terasa capek, lebih segar," ungkapnya.

Penyangkalan
Meski hidupnya bergantung pada terapi, Maya bersyukur dengan kondisinya kini. Hidup dengan kanker payudara yang membuatnya harus kehilangan payudara sebelah kanan, Maya tak putus asa. Ia menerima kondisinya dan tetap beraktivitas dan aktif dalam kegiatan peningkatan kesadaran kanker payudara.

Maya tak kehabisan energi untuk berbagi pengalaman, juga dorongan kepada pasien, terutama para wanita pada umumnya.

"Saya hanya contoh buruk, jadi jangan meniru saya. Bagi para survivor, usahakan tidur cukup, hindari stres, rajin konsultasi ke dokter," ungkapnya saat dimintai saran untuk para survivor.

Contoh buruk yang Maya maksud tak lepas dari penyangkalan saat mengetahui dirinya terkena kanker payudara. Juga dari pola makan tak sehat yang membuat fisiknya kembali terpuruk.

Ia bercerita, saat menemukan adanya benjolan di payudara kanan, ia memeriksakan diri ke onkologi. Pada 2007, ia menolak anjuran operasi. Alih-alih operasi kanker payudara stadium dua, Maya justru mencari pengobatan alternatif hingga 2009. Bukan sembuh yang didapat, kanker payudara Maya justru naik menjadi stadium empat.

"Saya jadi tidak bisa berjalan, setelah dites, ada metastasis tulang dan paru. Saya menjalani kemoterapi, radiasi, terapi hormonal, hingga mastektomi pada 2010," katanya.

Penyangkalan bukan hanya terjadi saat dokter menganjurkannya melakukan operasi. Sejak awal mengetahui adanya benjolan di payudara, Maya mengaku tak lantas memeriksakan diri.

Maya mengenali adanya benjolan pada payudara sebelah kanan setelah melahirkan anak pertama. Ia berpikir, benjolan tersebut normal sebagai dampak menyusui. Namun, benjolan yang awalnya dianggap normal mulai mengkhawatirkan lantaran benjolan berpindah-pindah. Ia pun kemudian menemukan benjolan di payudara kiri, membesar, mengeras, dan sakit. Hingga akhirnya, ia memeriksakan diri ke dokter.

"Awalnya saya menyangkal, saya pikir hanya susu yang menggumpal. Saya juga tidak langsung memeriksakan diri karena takut kehilangan payudara," ungkapnya.

Kehilangan payudara memang membuat dunia Maya seakan runtuh. Namun, dari pengalamannya, Maya justru mengajak perempuan lain untuk lebih rutin memeriksakan payudaranya.

Jika tahu sejak dini, kata Maya, seseorang yang berisiko kanker payudara bisa memiliki fisik lebih sehat, stamina lebih bagus, kualitas hidup lebih baik, peluang hidup pun meningkat.

"Deteksi dini penting, dan jangan sampai telat memeriksakan diri atau melakukan tindakan," terangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar