“Dok, kok saya dibilang sakit padahal tidak ada keluhan apapun?”“Dok, kok hasil laboratoriumnya tidak normal padahal saya merasa sehat saja?”Mungkin
sebagian besar dari kita pernah bertanya begitu ketika divonis
mengalami suatu penyakit, padahal jasmani kita merasa sehat. Memang
betul, beberapa penyakit memang tidak memberikan keluhan pada stadium
awalnya.
Bahkan, ketika gejala muncul, bisa jadi kondisi telah memburuk atau
sudah stadium lanjut. Berikut adalah penyakit-penyakit yang perlu
diwaspadai karena sering tidak menimbulkan gejala dan tidak disadari.
1. Hipertensi dan Kolesterol Tinggi
Dua masalah ini sangat populer di tengah masyarakat. Hipertensi dan
kolesterol yang tinggi pada dasarnya tidak memberikan keluhan apapun
bagi penderitanya. Idealnya tekanan darah normal untuk dewasa ialah
≤120/80 mmHg, dan disebut hipertensi grade I apabila tensi ≥140/90 serta
hipertensi grade II bila tensi ≥160/100. Tekanan darah yang melebihi
180/120 disebut juga hipertensi krisis (berbahaya).
Namun ironisnya, hipertensi hingga ≥ 200/120 pun kadang tidak
memberikan gejala apapun! Atau pada kebanyakan kasus, orang tersebut
hanya mengeluh pusing-pusing ringan dan pegal-pegal ringan. Tak heran,
banyak orang yang menyepelakan dan tidak mau berobat karena tidak ada
keluhan. Itu adalah persepsi yang keliru. Disadari atau tidak, dampak
hipertensi sebenarnya telah terjadi apabila tekanan ≥ 120/80; efek
kerusakan akan terakumulasi hingga bertahun-tahun kemudian baru
menimbulkan penyakit jantung dan pembuluh darah. Khusus untuk hipertensi
krisis, bahaya stroke, penyakit jantung, serta pecah pembuluh darah
dapat mengancam setiap saat.
Serupa halnya dengan kolesterol tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi
ibarat bom waktu yang akan terakumulasi di pembuluh darah atau jaringan
hati (
fatty liver) dan berakibat fatal. Padahal, obatnya sangat sederhana dan relatif murah.
2. Penyakit Ginjal Kronis
Fungsi utama ginjal ialah menyaring darah dan membuang sisa-sisa
metabolisme melalui urin. Namun, penyakit ginjal tidak selalu ditandai
dengan masalah pada urin atau berkemih. Dalam pengalaman penulis, gejala
baru disadari saat penyakit sudah memasuki stadium III atau IV, bahkan
ada yang harus langsung menjalani cuci darah (hemodialisis). Sedih
rasanya melihat kondisi tersebut.
Disebut penyakit ginjal kronis (
chronic kidney disease/CKD)
apabila fungsi ginjal telah menurun secara progresif. Hal yang
dikhawatirkan pasien dari CKD ini ialah tindakan pengganti ginjal (cuci
darah rutin atau transplantasi ginjal), apabila sudah stadium terminal (
stage
V). CKD stage IV tidak akan kembali menjadi stage III atau II lagi,
demikian seterusnya, sehingga fokus terapi ialah mencegah penurunan
fungsi ginjal lebih lanjut.
Apa penyebab penyakit ginjal kronis ini? Nomor satu ialah diabetes
melitus yang tidak terkontrol (gula darah terus tinggi), dan berikutnya
ialah hipertensi yang tidak terkontrol.
3. Diabetes Melitus (DM)
Terutama di Indonesia, penyakit kencing manis atau diabetes melitus
masih banyak yang tak terdeteksi. Pasien kadang baru datang berobat
setelah ada penyakit jantung, ginjal, luka yang tak kunjung sembuh,
hingga luka yang telah membusuk sekalipun. Padahal penyebabnya
sederhana: kadar gula darah yang tinggi.
Patut diakui, para dokter sulit menentukan dengan tepat kapan
sebenarnya penyakit ini dimulai. Ada literatur yang mengatakan, apabila
kadar HbA1C ≥ 6,5 (ini adalah patokan angka diagnosis DM) sesungguhnya
sudah terjadi kerusakan pembuluh darah mikro di retina mata akibat kadar
gula yang tinggi (retinopati).
Beberapa pasien pada awalnya mengeluhkan gejala 3P: poliuria (sering
berkemih), polidipsi (sering haus), dan polifagia (sering lapar), serta
penurunan berat badan tanpa sebab. Itu adalah gejala klasik DM. Walaupun
telah muncul, gejala tersebut kadang terabaikan atau dianggap bukan
yang penting. Padahal, keluhan tersebut dapat membuka pintu untuk
deteksi DM secara dini dan tepat.
4. Osteoporosis
Siapa yang tak kenal penyakit ini? Meski familiar, namun Anda dan
saya tidak tahu apakah sedang mengalami pengeroposan tulang atau tidak.
Osteoporosis tidak memiliki gejala atau keluhan apapun, seringkali
pasien datang sudah dengan nyeri akibat patah tulang (fraktur) atau
kejadian jatuh akibat tulang yang rapuh. Angka tertinggi osteoporosis
terjadi pada wanita yang menopause, terutama yang memiliki berat badan
rendah.
Cara pasti untuk mendeteksi secara dini ialah dengan pemeriksaan kepadatan tulang (
bone densitometry),
atau pada kasus-kasus awal dapat dilakukan dengan pemeriksaan
radiologi. Namun sayangnya, pemeriksaan tersebut belum rutin dilakukan
pada orang sehat.
5. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Masihkan ingatkah Anda sesosok artis dan politisi muda dengan porsi
tubuh ideal dan rutin berolahraga, namun meninggal mendadak akibat satu
kali serangan jantung? Ya, tak heran PJK disebut sebagai pembunuh nomor
satu. Dalam ilmu kedokteran, jenis kelamin laki-laki dan usia ≥ 45 tahun
saja (belum ditambah faktor lain) sudah termasuk sebagai faktor risiko
PJK.
PJK biasa muncul sebagai nyeri dada sebelah kiri, seperti ditekan
benda berat, yang kadang menjalar ke lengan, rahang bawah, serta pundak.
Artinya, ada sumbatan di pembuluh darah koroner. Namun faktanya, PJK
bisa muncul tanpa gejala apapun! Pasien dapat tiba-tiba jatuh tergeletak
tanpa diketahui sebabnya. Setelah diperiksa rekam jantung, barulah
diketahui bahwa pasien mengalami PJK.
6. Infeksi Menular (HIV dan Hepatitis)
Penyakit ini boleh dibilang berbeda golongan dari lima yang telah
dibahas sebelumnya. Namun, infeksi menular seperti HIV dan hepatitis
dapat muncul tanpa gejala sedikitpun. Selain tidak menimbulkan gejala,
penyakit ini mudah menular bila tidak berhati-hati!
Pada kasus HIV, butuh bertahun-tahun sejak virus masuk ke dalam darah hingga muncul sebagai gejala.
Banyak pasien yang baru diketahui mengalami HIV setelah dirinya
terjangkit berbagai infeksi sekunder lainnya. Seperti yang diketahui,
pasien HIV memiliki imunitas yang rendah sehingga rentan terkena
infeksi. Dengan kata lain, virus HIV tidak membunuh pasien secara
langsung, melainkan melalui infeksi-infeksi sekunder tersebut. Pasien
HIV paling sering meninggal akibat tuberkulosis atau hepatitis C.
Untungnya, pemeriksaan HIV dan hepatitis telah rutin dilakukan pada
orang sehat, misalnya saat melamar kerja. Penulis sering menemukan,
seseorang baru mengetahui dirinya mengidap hepatitis B kronis saat
pemeriksaan rutin sewaktu melamar kerja. Tiba-tiba saja hasil
laboratorium menunjukkan nilai HbsAg posititf (penanda hepatitis B). Ia
tidak tahu dari mana sumbernya, dan mengaku tidak menggunakan
obat-obatan suntik, seks bebas, atau transfusi darah. Dan tidak ada
keluhan kesehatan selama ini; murni hanya hasil lab saja yang
bermasalah.
Itulah kesulitan dari hepatitis B. Di Indonesia, mayoritas kasus
hepatitis B kronis terjadi akibat infeksi melalui plasenta sewaktu dalam
kandungan. Misalnya seorang ibu hamil dengan hepatitis B positif, sang
bayi memiliki risiko yang sangat besar untuk mengidap hepatitis juga,
namun dengan sifat penyakit kronis: tidak ada gejala pada tahun-tahun
awal.
7. Sirosis hepar (penciutan hati)
Seperti halnya penyakit ginjal kronis, masalah kronis pada hati juga
dapat mengakibatkan perubahan struktur dan penurunan fungsi. Disebut
sirosis hati, apabila sel-sel normal telah mati, digantikan oleh
serabut-serabut fibrosa, ukurannya menciut, dan tidak bisa dipulihkan
lagi. Lazimnya kondisi ini diketahui melalui USG hati.
Namun, ceritanya agak berbeda dengan penyakit-penyakit di atas.
Biasanya pasien memiliki riwayat penyakit hati yang berangsur-angsur dan
tidak diobati hingga terjadilah sirosis. Penyebab tersering ialah
hepatitis kronis yang disepelekan karena tidak ada gejala. Sampai suatu
ketika, barulah pasien mengalami muntah darah atau bengkak yang
menandakan telah terjadi sirosis.
Sejatinya, tak semua penyakit
menimbulkan gejala pada awalnya. Keluhan yang muncul malah menandakan
bahwa penyakit telah memasuki tahap lanjut, bahkan terminal. Di sinilah
pentingnya bagi kita semua untuk waspada dan mau periksa kesehatan.
Periksa tekanan darah, kadar gula darah, serta waspada terhadap semua
faktor risiko adalah hal sederhana nan esensial mencegah tujuh penyakit
di atas. Mengutip pepatah tua, mencegah akan selalu lebih baik daripada
mengobati. Itupun kalau penyakitnya bisa diobati…
Sumber :